Social Icons

Pages

Jumat, 30 Maret 2012

Kelewat PD


30 Maret 2012, pagi yang cerah menghangatkan daerah sumbersari dan sekitarnya. Matahari bersinar begitu terang, sungguh menguntungkan bagi cucian yang belum kering di kawat jemuran kos. Dalam pengharapan kecil, semoga cucian cepat kering dan semoga hari ini lebih baik dari kemarin.
Ucap syukur harus kuucapkan pada pagi ini, karena kondisi tubuh dan jiwa masih senantiasa sehat wal afiat, Alhamdulillah. Namun di tengah keasikan ini, ada gelalgat aneh seorang wanita yang membuat mood melayang. Wanita menjijikkan dan begitu percaya diri tanpa melihat dirinya seperti apa. Mungkin tulisan ini tidak baik untuk dibaca karena sudah menyangkut ‘gunjingan’ terhadap seseorang. Tapi, hanya ini yang bisa kulakukan untuk menghilangkan rasa kesal dan berharap tulisan ini dibaca olehnya agar menjadi sebuah pelajaran penting bagi dia ke depannya.
Entah kenapa semua itu berawal ketika kita sedang berpapasan, saat itu kita ada di tempat yang memang sangat sempit. Kami berjalan menuju tempat yang berbeda dan arah yang berlawanan, kala aku berada di hadapannya aku berusaha tuk memalingkan pandangan terhadapnya (menunduk). Namun maksud dan tujuanku disalah artikan oleh dia yang berada tepat di hadapanku, entah apa yang ada dalam pikirannya, yang jelas kala itu ia berusaha menutup rapat jaket dan membenarkan letak kerudungnya. Aku cuek tidak peduli dengan apa yang diperbuatnya, bagiku dia hanya sebatas wanita yang berusaha mempercantik diri namun tidak tahu tempatnya. Dari kasus ‘papasan’ tersebut, dia seolah sinis terhadapku, aku masih biasa menanggapinya karena aku memang tidak pernah berbuat salah padanya. Aku kenal dia hanya sebatas nama, tidak mau lebih dan cukup puas dengan hal itu. Lama kelamaan rasa sinis yang ia tampakkan seolah menggangguku, semula aku cuek dengan tingkah yang tak bermaksud darinya, pada akhirnya aku merasa seolah ada ganjalan yang tidak mengenakkan di hati. Kucoba tuk menarik akar permasalahan, kucoba tuk mengingat-ngingat kembali tingkahku mungkin ada yang salah dan menyakiti hatinya, hasilnya nihil. Tidak kutemukan satupun aku berbuat salah padanya. Kubiarkan berlalu, rasa cuekku kembali muncul, dalam pikiran ‘persetan dengannya’.
Setelah berlalu beberapa minggu dan mungkin sudah memasuki hitungan bulan, kejadian yang hampir mirip terjadi, yakni ketika aku sedang berjalan dan dia tepat berada di depannku. Kali ini tujuan kita sama, hanya dia ada di depanku sedang buru-buru. Aku tak peduli, dalam benakpun tak terbersit pertanyaan ‘ada apa?’ atau ‘kenapa buru-buru?’ kepadanya. Menariknya, ia merasa seolah ada yang memperhatikan, dengan gerak gerik yang ia tunjukkan. Aku bingung melihat tingkahnya, akupun juga penasaran dengan apa yang ia khawatirkan. Aku mencoba menyisir sekitar siapa tahu mungkina ada orang yang sedang melihatnya. Tidak ada, tak satupun seseorang yang sedang memperhatikan dia. Aku jadi heran, sampai aku berpikir kalau cewek ini agak sarap. Setelah beberapa saat, dia masih berada tepat 5 meter di depanku, sekarang tingkahnya berubah jadi lebih tidak kumengerti. Tangannya berusaha menarik ujung bawah baju bagian belakangnya berkali-kali, awalnya aku tidak mengerti karena aku memang tidak memperhatikannya. Tapi setelah aku fokus, dan aku sadar kalau yang ia khawatirkan adalah aku. Dan tingkah menarik baju bagian belakang lebih ke bawah karena menutupi bagian bokongnya agar terlindungi dari penglihatanku. Dari sini aku menyadari sepenuhnya dari ke-sinis-an dia selama ini terhadapku. Dalam ketidak percayaan, aku tersenyum tidak menyangka kalau yang sedari tadi ia khawatirkan adalah aku.
Dasar kelewat percaya diri ni cewek, sungguh bukan untuk menghina dan menghujat dia habis-habisan. Jika sekiranya aku memandangnya, toh aku tidaklah tertarik padanya, dia bukan tipeku. Level dia yang kata cowoknya sungguh perfect, menurutku itu hanyalah suatu hal yang dilebih-lebihkan, atau mungkin dia memang seleranya sehingga penilaian perfect muncul begitu saja. Untuk masalah bokong yang ia berusaha tutup-tutupi, apa yang menarik dari bokongnya, bahenolpun nggak, yang ada hanya bokong rata tak member kesan menarik bagi lelaki manapun. Maaf mungkin ini agak vulgar karena sudah membahas masalah bokong, dan tidak ada untungnya membahas bokong dia. Karena jika mau dibandingkan keseksian (bentuk tubuh) dia dengan mantan-mantanku, dia tidak ada apa-apanya dan mungkin tidak bisa menandinginya. Dia hanya membesar-besarkan masalah perasaan dan kepercayaan diri sehingga dia tidak sadar akan tingkah lakunya.
Kalau sudah begini, hal ini tentunya tidak mungkin aku ajak untuk berbicara baik-baik, karena jika dibicarakan takut ada kesenjangan antara sesama. Ditambah lagi dia akan merasa malu melihat kenyataan yang sebenarnya kalau aku tidaklah se naïf yang dia bayangkan. Salah satu cara adalah tutuplah aurat dengan sebenar-benarnya. Jika dia merasa risih sama satu beberapa orang, kenapa dia tidak merasa risih sama semua orang? Aneh kan?
Oleh karena itu, mumpung masih dini dan kejadian ini tidak menimpa orang yang mungkin lebih parah dari pada aku alias ceplas-ceplos, tutuplah aurat dan bentuk tubuh yang sekiranya tidak dapat menarik perhatian lelaki yang mempunyai selera terhadapnya.  Karena sebuah kejadian yang terjadi saat ini ada kemungkinan akan terjadi lagi nanti di masa yang akan datang. Jadi tutuplah dengan jilbab yang sudah di syari’atkan agar tidak menjadi fitnah dan permasalahan seperti ini. 

PUISI

Orang sudah tidak asing lagi dengan yang namanya ‘Puisi’. Puisi bukan hal baru atau yang jarang untuk kita temui. Segala tindak tanduk kita terkadang saling berhubungan dengan sebuah puisi. Dan mari kita berbincang mengenai puisi.
Puisi, setiap orang sekarang sudah dapat menciptakan sebuah puisi. Jika orang yang suka dalam dunia kepuisian masih mengatakan agak berat menciptakan sebuah puisi, namun orang, teman dan bahkan diri kita sendiri hal itu adalah mudah. Tahu kenapa? Dari hasil pengamatan terhadap orang lain dan diri sendiri, kebanyakan dari kita semua hanya terpaku pada keindahan literlek saja. Kita – pemula – jika menciptakan sebuah puisi atau kasarannya membuat sebuah puisi terkesan Alay. Dan hal itu saya sadari sendiri, bagaimana mencoloknya bahasa yang saya gunakan ketika membuat puisi, berbeda dengan sastrawan dan budayawan ketika mencipta sebuah puisi, bahasa mereka memang sepenuhnya sastra namun tidak terkesan alay. Mengapa demikian?
Pertanyaan itulah yang tidak bisa kujawab, aku hanya bisa menerka dan menganalisa saja bahwa karena kita menghilangkan poin penting dari sebuah puisi. Apakah itu? Yaitu sebuah ‘Makna’. Dalam setiap puisi tentunya yang patut diperhatikan adalah makna yang terkandung di dalamnya. Hal seperti inilah yang sering dilupakan oleh pencipta puisi kacangan seperti diriku. Kita yang pemula ini terlalu mementingkan keindahan bahasa, padahal bahasa yang kita gunakan justru membuat karya kita menjadi hal yang menjijikkan.
Itulah kenapa aku sebut alay (berlebihan), niat awal untuk menarik minat pembaca. Namun pada kenyataannya malah semakin membuat mereka menjauh dan mentertawakan karangan kita. Sebenarnya ini bukanlah merupakan sebuah pelajaran baru dalam dunia seni, dulu ketika aku masih aktif dalam dunia ke-teater-an, sering kali kujumpai guru teaterku mengajarkan pada kita untuk memerhatikan sebuah makna yang terkandung dalam sebuah karya, seperti membuat sebuah naskah drama atau mementaskan sesuatu di hadapan publik, hal yang wajib disisipkan adalah makna. Dan makna yang akan kita sisipkan tergantung pada kondisi dan situasi tempat yang kita hadapi, misal ketika sedang PEMILU, dalam sebuah pentas teater yang dulu kumainkan dan kuperani, selalu mengandung kritik terhadap penguasa. Jadi apa yang kita hasilkan bukanlah sebuah hiburan semata, tetapi sebuah hiburan yang sarat makna. Dan yang seperti inilah yang lebih berbobot dari pada karya karya yang tidak memntingkan nilai makna, meski terkadang karya yang berbobot itu terkesan membosankan. Namun prinsip seperti itu yang hingga saat ini masih eksis dalam dunia seni.
Pada akhirnya, aku hanya bisa berharap semoga besok kalau aku mau membuat sebuah puisi, puisiku benar-benar bermakna dan berbobot. Tidak seperti puisi buatanku yang lain, yang malah menjijikkan kala aku membacanya sendiri. Di penghujung tulisan aku ingin mengajak kepada semua penulis pemula agar tetap semangat, belajar dan berkarya. Wassalam

Tidak Perhitungan Vs Tidak Tahu Diri

Ada satu hal yang ingin kutulis, tentang beberapa orang yang aneh dan ini memang nyata. Keberadaan mereka sungguh sangat menyulitkan orang terdekat, hingga tidak heran banyak yang benci dan enggan bergabung dengan kesenangan mereka. Siapakah itu? Mereka itulah orang-orang yang tidak mengerti keadaan dan tidak tahu diri.
*
Awal mula aku menganggap hal itu adalah biasa, bukan hal yang membuat hati jengkel sampai ingin memakinya. Aku memaklumi apa yang dilakukannya tak lebih dari sifat kebanyakan orang-orang yang berkelompok atau geng. Dalam motto yang kupegang dan kujadikan prinsip kala berkumpul dengan mereka (teman-temanku dulu) adalah ‘dilarang perhitungan’. Dan motto itu senantiasa menjadi asas kami kala masih teguh dan rukun dalam berkelompok. Namun lambat laun, ada hal yang dengan motto itu menjadikan sebuah pijakan untuk menghilangkan ‘bondo’ atau modal. Inilah awal petaka, kelompok kami mulai ada konflik, semua berawal dari –tidak tahu diri- salah seorang dari kelompok kami. Memang hal ini jika dilihat oleh anak-anak yang di luar kelompok kami adalah hal yang sepele. Namun bagi kami tidak, ini sudah kelewat batas dan keterlaluan. Tindakan sepele yang dilakukan salah seorang dari kelompok kami sudah sering dilakukan tiap hari, hingga sepele itu berubah pada hal yang utama.
Entah apa yang menyebabkan seseorang tidak tahu diri, awal kami mengira mungkin ini karena kelonggaran kita dalam masalah apapun yang selalu ada hubungannya dengan uang, makan, rokok, pulsa, baju, celana, dan jajan. Jika sudah menyangkut masalah itu, kita sudah tidak pandang ini milik siapa dan kamu punya apa. Waktu kami masih rukun, segala yang kita punya adalah milik bersama terkecuali cewek. Kalau sudah menyangkut masalah cewek, semua angkat tangan. Selain masalah itu, silahkan dinikmati, barang ini ada untuk ditiadakan, begitulah karakter kami semua.
Namun kini jangan berharap lebih untuk kerukunan kelompok kami, selain kita sudah berpisah tempat tinggal, kita juga sudah sibuk dengan urusan masing. Dan yang menarik adalah sifat -tidak tahu diri- itu hingga saat ini masih saja terpelihara, dan bahkan lebih parah dari sebelumnya. Jika sebelumnya –kasus 3 tahun lalu- ‘dia’ dengan entengnya menghabiskan pulsa teman-temannya untuk smsan. Sekarang ketika suatu kali dipertemukan, jangankan pulsa yang diembatnya, rokok, baju, sabun, sampo dan hal-hal yang tidak wajar dipinjem ‘dia’ embat juga. Memang parah ni anak, ada satu hal yang lebih menjengkelkan kita adalah tentang handuk. Handuk kita, digilirnya satu persatu, padahal dia punya dan lebih bagus dari pada handuk kita yang dipinjaminya. Tapi karena handuknya kotor dan dia sungguh malas untuk mencucinya, akhirnya dia lebih memilih untuk menggilir handuk teman-temannya.
Ada lagi yang parah, jika mau mejeng atau kencan sama tu doi. Apa yang dipakainya, mulai dari atas hingga kaki pun ia meminjam alias ‘gak modal blas’. Segala yang ia pakai hingga saat ini adalah hasil “Embatan” dari teman-temannya. Pernah suatu ketika, salah seorang anggota dari kelompok kami yang orangnya agak tempramen menegur langsung tindakannya yang sudah kelewat gak tahu diri itu. Ketika ditegur, dia diam seribu bahasa, seolah dia tidak bersalah dan tidak seharusnya dia ditegur, aneh kan? Kalau sudah seperti ini, dia biasanya menghilang selama beberapa hari, entah ngacir kemana tu anak. Dan sekembalinya lagi, tetap saja dia gak tau diri lagi. Jadi sikap gak tau dirinya sudah mendarah daging dan menjadi tabiat dia. Hal yang menjadi andalan dia ketika ditegur baik sama teman-temannya atau sama orang terdekatnya adalah ‘tidak boleh perhitungan’.
Memang benar, tidak boleh perhitungan dalam berteman itu penting dan wajib dilakukan. Mengingat teman adalah orang yang selalu ada saat kita suka duka, jadi sewajarnya kalau kita tidak boleh ada hitung-hitungan sama yang namanya teman. Tapi, perlu untuk digaris bawahi, tidak boleh perhitungan itu dilakukan pada teman yang mengerti dan tahu diri.
Nah, bagaimana menghadapi teman yang tidak tahu diri atau orang yang tidak tahu diri? Sudah jelas sikap tidak boleh perhitungan ditiadakan, karena jika kita tetap tidak perhitungan pada orang yang tidak tahu diri, tunggu saja nasib buruk yang kan mendatangimu. Ini bukan perkara sepele, jika keberadaan kita sama-sama diperantauan. Ini merupakan keadaan penting untuk diketahui demi kemaslahatan dan ketentraman hidup dalam bersosial.

Senin, 12 Maret 2012

Dilema UU KPK


Dalam sebuah berita yang disiarkan kemarin lusa disalah satu stasiun televisi, ada hal yang menarik untuk dicermati, yakni tentang revisi UU KPK. Salah satu anggota dewan dalam sebuah wawancara menjelaskan bahwa revisi UU KPK dilakukan karena UU KPK yang sekarang dirasa kurang memberikan unsur jera bagi si pelaku, oleh karena itu perlu adanya sebuah revisi terkait masalah UU KPK tersebut.
Inilah yang disebut tindakan sia-sia meski diniatkan pada kebaikan dan kemaslahatan bersama. Mestinya anggota dewan menyadari kalau revisi yang akan mereka lakukan bakal sia-sia dengan melihat kenyataan yang sebenarnya dari kasus korupsi yang terjadi. Hukum seolah dipermainkan dan diperjual-belikan bagi orang yang mempunyai uang, seperti kasus fenomenal Gayus Tambunan. Oleh karena itu, revisi bukanlah sebuah solusi yang tepat untuk memunculkan esensi sebuah hukum yang sudah dihilangkan. Perlu adanya pergantian dan perombakan total hukuman bagi para koruptor yang sesuai dengan tujuan hukum. Salah satu contohnya dalam hukum Islam (Islamic Law) yakni diberlakukannya hukum potong tangan bagi pencuri.
Hukum potong tangan memang terkesan sadis dan tidak manusiawi dalam pandangan orang Indonesia. Namun hukuman ini memang sejalan dangan tujuan hukum itu sendiri, yakni mengandung unsur jera bagi si pelaku. Dan kelebihan dari potong tangan adalah selain membuat pelaku jera, secara otomatis hukuman itu juga membuat para pelaku takut untuk mengulanginya lagi. Hal-hal seperti inilah yang jarang sekali dilirik oleh anggota dewan dan bahkan sengaja tidak tanggapi, sehingga kejadian-kejadian korupsi semakin merajalela dan tidak dapat dibendung oleh Negara Indonesia. Karena faktor utama dari problem ini adalah hukum di negeti ini sangatlah lemah dan tidak efektif.

Krisis Moral Biang Premanisme


Krisis moral bangsa ini sedang dipertaruhkan. Banyak hal yang patut untuk diperbaiki, diluruskan dan jika memang diperlukan adalah dibasmi. Krisis moral bangsa memang menjadi sorotan utama dalam memahami karakteristik bangsa tersebut. Semakin baik moral suatu bangsa, menandakan bangsa itu adalah bangsa yang baik, begitu pula sebaliknya. Tidak perlu diadakan sebuah penelitian atau poling dalam menilai kebaikan dan keburukan suatu bangsa, cukup dengan metode seperti itu, kita sudah dapat menerka dan menyimpulkan sebuah penilaian terhadap karakteristik suatu bangsa.
Salah satu hal yang terkait dengan kemerosotan moral ini adalah premanisme yang sudah semakin berkembang di Negara Indonesia ini. beragam tindak kriminal yang dilakukan cukup meresahkan kehidupan masyarakat pada umumnya. Hal ini tidak terlepas dari sebuah konsep hukum rimba, dimana yang kuat akan semakin merajalela dengan kekuatannya. Sudah sewajarnya konsep ini masih berlaku di era modern ini. karena pepatah arab mengatakan “Al-Insan Hayawan natiq” bahwa manusia adalah hewan yang berakal.
Pepatah tersebut menjadi jawaban yang sangat jelas kenapa hingga saat ini hukum rimba masih berlaku. Manusia yang diibaratkan sebagai hewan yang berakal sudah tidak asing lagi dengan konsep hewaniah yang lebih mementingkan hukum rimba dari pada hukum-hukum yang lain. Selain itu, dengan keadaan realitas sosial yang ada  pada bangsa ini semakin memperkuat alasan berlakunya hukum rimba di Negara kita, yakni siapa yang terkuat dialah yang berkuasa, menganiaya dan lain sebagainya.
Salah satu contoh kongkritnya adalah banyaknya kasus korupsi di Negara ini yang menindas perekonomian rakyat yang hingga detik ini masih belum ada penyelesaian yang tuntas terkait dengan hal tersebut. Kasus-kasus tersebut membuktikan bahwa premanisme saat ini sudah memasuki ranah pemerintahan dan dunia politik bangsa Indonesia. Lembaga-lembaga seperti Legislatif, Eksekutif dan Yudisial menjadi lahan baru bagi premanisme saat ini. Evolusi premanisme yang sekarang mematahkan definisi asal premanisme sebelumnya. Jika premanisme sebelumnya masih berkutat di wilayah pasar, terminal dan tempat umum lainnya seperti yang dijelaskan dalam berbagai definisi yang lama. Namun untuk saat ini, premanisme menjangkau ke jajaran pemerintahan Negara ini. Inilah potret nyata dari kebobrokan moral bangsa kita yang tidak bisa ditutup-tutupi lagi keberadaannya. Harus ada sebuah penindakan tegas dan pemberantasan total guna mencapai kemaslahatan bersama.
Faktor utama munculnya premanisme di Indonesia memang bermula pada perekonomian yang sulit dan banyaknya pengangguran di sekitar kita. Namun jika kita cermati untuk saat ini, faktor utama kemunculan premanisme adalah karena minimnya sebuah pendidikan dan kurangnya penanaman moral yang baik bagi rakyat. Sehingga hal itu menyebabkan terjadinya kemerosotan moral yang begitu memprihatinkan bangsa ini. Faktor-faktor inilah yang menjadi kunci dari munculnya tindakan premanisme.
Kedua faktor tersebut wajib untuk ditanamkan bagi tiap individu rakyat, jangan hanya menanamkan pendidikan saja, harus ada upaya untuk penanaman moral sebagai penyeimbang (balance) dari pendidikan tersebut. Karena dibalik semua terjadinya kekacauan dalam negeri ini adalah moral/akhlak yang sudah tidak dimiliki lagi oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Dan oknum-oknum yang menjadi salah satu premanisme dalam negeri ini salah satunya adalah orang yang berpendidikan yang menduduki jabatan tinggi di Negara ini. Jadi singkatnya, pemberian pendidikan terhadap rakyat harus dibarengi dengan penanaman moral yang proporsional, agar nantinya dapat menciptakan sebuah rakyat yang berkualitas secara keilmuan dan moralitas.