Social Icons

Pages

Selasa, 03 April 2012

Akibat Kisah Detektif


Sejak menginjak usia kecil hingga remaja, aku sudah suka dengan hal-hal yang berbau misteri. Hal ini akibat dari kesukaanku menonton film kartun Detective Conan yang selalu tayang jam 09.00 WIB (dulu) tiap hari minggu. Jadi tidak heran kalau sekarang aku sangat gemar sekali membaca bacaan –terutama novel- yang bergenre misteri (detective). 


Banyak hal yang aku dapatkan dari kesukaanku terhadap misteri ini, termasuk juga mengalami berbagai kejadian konyol hingga pada kejadian menegangkan pun pernah aku alami.
Pertama, ketika masih anak-anak (kelas 3 SD). Minat pada misteri mulai muncul ketika aku, johan dan david (teman tempoe doloe) sering mendengar isu dan rumor kalau sekolah kami adalah bekas rumah sakit pada zaman penjajahan Belanda. Menariknya isu dan rumor yang kami dengar memang sesuai dengan fakta yang kami lihat sehari-hari. Salah satu buktinya adalah bangunan sekolah kami yang lebih mirip rumah sakit (berbeda dengan model sekolah lainnya), ditambah lagi menurut pengakuan beberapa orang tua (termasuk emak penjual makanan di kantin) membenarkan rumor tersebut dan menyatakan dengan tegas kalau sekolah ini dulunya memang rumah sakit. Dari hal seperti inilah akhirnya kami bertiga yang mempunyai kecerdasan dadakan alias tiba-tiba cerdas (tapi banyak gobloknya) membentuk sebuah tim pemecah misteri untuk menelaah lebih lanjut misteri di balik sekolah kami. Langkah pertama yang kami lakukan adalah melakukan sebuah penelitian (sebenarnya bukan penelitian, melainkan hipotesa yang sotoy saja) terhadap ruang-ruang yang ada di dalam sekolah.
Target pertama adalah aula sekolah, di sana kita menemukan beragam kejanggalan yaitu sebuah ruangan yang sengaja di tutup dengan papan, bekas lampu yang lebih mirip lampu disco, dan sebuah ruang bawah tanah yang sudah ditutup tegel.
Analisa kami bermacam-macam, entah apa yang dikemukakan, yang pasti dari kami bertiga sepakat pada satu kesimpulan bahwa ‘Sekolah Kami Memang Penuh Misteri’. Untuk ruang bawah tanah, analisa yang kami gunakan waktu itu adalah karena sebuah bunyi. Dari hasil uji coba bunyi injakan terhadap sebagian lantai (yang kami simpulkan ada ruang bawah tanah) dengan lantai lainnya berbeda. Bunyi hasil injakan yang dihasilkan lebih keras dengungnya dibandingkan bunyi lantai lainnya, hal ini kami analogikan pada sebuah tong. Dalam pepatah dikatakan, tong yang kosong melompong (mempunyai ruang kosong) akan keras/nyaring bunyinya. Dari sini kesimpulan adanya ruang bawah tanah kami kemukakan bersama dan disepakati bersama.
Selesai menganalisa aula sekolah (target pertama), kami bertiga beranjak pada target kedua atau yang terakhir. Setelah johan menuliskan beberapa analisa dan kesimpulan yang kami hasilkan dari penelitian yang pertama, kita langsung mendatangi target terakhir.
Pada saat itu, kita bertiga benar-benar dibutakan oleh sebuah kasus yang menurut kami menarik. Kami tidak tahu jika kita bertiga menjadi tontonan anak-anak satu sekolah karena keanehan yang kami bertiga tampakkan di tengah halaman sekolah. entah apa yang dipikirkan anak-anak saat melihat kami, toh itu tidak mengganggu proses analisa kami terhadap target tersebut.
Dalam sebuah analisa terhadap target terakhir, kami menemukan berbagai kejanggalan, diantaranya yaitu adanya sebuah pohon kamboja di tengah halaman sekolah dan sebuah kolam yang lebih mirip benteng pertahanan.
Analisanya ialah sebagai berikut: pohon kamboja di tengah halaman sekolah pertanda di halaman sekolah kami adalah bekas kuburan. Hal ini kami simpulkan karena berangkat dari persepsi konyol, yaitu tentang keterkaitan antara pohon kamboja dan kuburan. Dan untuk analisa kolam renang yang lebih mirip benteng pertahanan tersebut, _____________________tiada jawaban hingga saat ini.
Penelitian hari pertama tim pemecah misteri terhadap dua target yang ditetapkan telah selesai, dan berakhir pada kesimpulan ‘Sekolah Kami Memang Penuh Misteri’.
Hari kedua, _________________________________________________________semua tim menghilang. Alasan karena minat sudah hilang, dan kecerdasan dadakan yang kita miliki bertiga sudah habis dan berganti pada kegoblokan. Aktifitas yang dilakukan oleh mantan anggota tim pemecah misteri pada hari itu adalah main perang-perangan es lilin di halaman sekolah. Titt!!
Aneh kan?? 3 sekumpulan aneh dan berbeda karakter bersatu, aku yang selalu melucu, johan yang wajahnya seperti Mr. Bean dan David yang selalu menjadi korban keisengan anak-anak, membentuk tim yang tidak kalah hebohnya dengan trio wek-wek. Very Nasty.
Inilah kisahku yang pertama, aneh, menjijikkan dan mungkin jika difilmkan menjadi film gagal misteri yang gak laku di pasaran. Jika kuingat, aku kadang masih tersenyum sendiri kala membayangkan lagakku yang selalu bersedekap sambil memegang dagu ibarat detektif kenamaan, dan semua itu adalah akibat dari kegemaranku terhadap kisah misteri (detektif).
Tidak hanya di sekolah, di rumahpun ketika bergaul/bermain dengan teman-teman di daerah rumahkku. Permainanpun pasti berbau misteri yang menuntut pemecahan dan tebakan yang akurat, seperti permainan strategi yang kata anak-anak rumah disebut ‘pana’an’. Anehnya, setiap aku main permainan ini, aku selalu kalah sama seorang cewek. Dan tidak hanya aku, semua teman-temanku, baik yang sekelompok dalam permainan itu maupun yang tidak (kelompok lain) selalu dikalahkan dengan mudah olehnya. Hebat memang tu cewek, entah karena usia yang lebih tua (mungkin jarak 5 tahun dari umurku) atau memang dia seorang cewek yang ahli strategi, yang pasti aku masih belum terima hingga saat ini.
Kedua, ini adalah kisah nyata 6 tahun lalu kala aku masih berstatus sebagai santri. Saat itu aku mengikuti sebuah persidangan di ruang ISMII (Osis) tentang kasus pencurian bersama dengan pengurus inti ISMII dan jajaran Dewan Keaamaan Santri. Saat itu yang jadi tersangka utama sudah ada di hadapan kita semua. Jam menunjukkan pukul 00.30 WIB, persidangan di mulai. Suasana pesantren saat itu sudah sepi dengan penerangan lampu yang sudah dipadamkan oleh pengurus ISMII.
Awal persidangan, semua biasa saja, tidak ada kekerasan dan pelecehan kata dari semua yang ada dalam ruangan terhadap tersangka tersebut. Tertib, pelan dan teratur. Pertanyaan demi pertanyaan mengalir dengan lancar, hingga pada akhirnya tersangka mulai menampakkan gejala tidak jujur dalam menjawab. Hal ini di sadari oleh sebagian orang dalam ruangan tersebut. Inilah awal mula emosi teman-teman yang menyidang tersangka semakin meningkat. Tidak heran deru nafas yang tersenggal-senggal akibat menahan amarah jelas terdengar saat itu.
Dari apa yang kulihat, tersangka sudah menang satu langkah dari si penyidang. Dan keadaan ini sungguh merugikan pihak penyidang yang sudah kehilangan cara untuk membuktikan kesalahannya. Parahnya lagi, meski penyidang punya bukti kuat tentang keterlibatan tersangka dalam pencurian yang dilakukannya di luar pesantren yaitu berupa saksi. Namun karena keadaan sudah berbalik, dan pihak yang disidang lebih tenang, maka hal itu dilupakan (entah sengaja atau tidak). Aku akui si tersangka begitu lihai memainkan peran kebohongan dalam tiap jawabannya. Inilah yang menjadikan kebuntuan bagi para penyidang, berbagai cara sudah dilakukan. Semua tertutup, tanpa bukti, dan sengaja dibuat bersih setiap alibi yang ia kemukakan. Semua penyidang dalam ruang ISMII seolah putus asa untuk melanjutkan, karena selain tidak adanya celah dalam dirinya, para penyidang sudah kehabisan kata untuk melanjutkan. Jadi, persidangan pada saat itu banyak diamnya, dan terkadang pertanyaan tidak terfokus pada kasus.
Kalah telak, begitulah gambaran yang ada pada ruang ISMII. Meski penyidang lebih dari 8 orang, namun semua mati kutu menghadapi satu orang yang begitu lihai, licik dan pandai memainkan peran. Jam sudah menunjukkan pukul 01.45 WIB, namun hasil yang didapat dari introgasi ini masih nihil. Kita semua mati kutu, emosi tinggallah emosi yang tidak menemukan pelampiasan. Dari sini aku mencoba berpikir, pasti selalu ada celah. Aku samakan kasus ini seperti pembunuhan di ruang tertutup, sempurna, seolah tidak bercelah. Pada saat itu aku jadi teringat perkataan Conan Edogawa (Shinici Kudo) “kamu mungkin bisa menipu mata biasa, tapi tidak mata detektif”. Aku seolah mendapatkan pencerahan dan angin segar terhadap kasus ini, aku punya keyakinan kalau alibi yang dikemukakan si tersangka pasti punya celah yang fatal.
Perlu diketahui, meski penyidang terkesan mencari kesalahan dan terkesan memaksakan sesuatu yang mustahil. Percayalah…pihak kami atau penyidang sudahlah benar, hanya kami tidak bisa mencari celah kesalahan dari tersangka. Sebenarnya kasus pencurian yang dilakukannya banyak, namun karena kami tidak menemukan sebuah bukti, maka hal tersebut seolah sia-sia. Ingat bagaimana Conan Edogawa terkadang dalam menganalisa sebuah kasus sudah menemukan pelaku (dan yakin kalau pelakunya orang tersebut) namun masih belum bisa membuktikannya karena masih ada puzzle yang belum ditemukan, maka salah satu jalannya adalah mengulang kembali dan mencocokkan kembali dengan kebiasaan dan kewajaran. Hal inilah yang kucoba lakukan, siapa tahu aku dapat menemukan sebuah celah.
Satu persatu kutanyakaan sebuah pertanyaan mendasar, dan tiap jawabannya aku tulis dan aku rekam dalam otak. Sengaja aku mengacuhkan semua teman-teman penyidang lainnya, meski aku tahu mungkin mereka heran dengan pertanyaan ulang yang kulakukan. Selesai bertanya, aku diam menekuri tiap jawaban yang tertulis dalam kertas oret-oretan yang kupegang. Bingung…entah bagaimana mau menganalisa lebih lanjut. Kuperhatikan satu persatu jawabannya, tidak ada yang janggal semua wajar. Aku tenggelam dalam analisaku, meski sempat kebingungan dengan memikirkan tindakan selanjutnya.
Di depanku, teman-teman sedang mondar mandir di hadapan si tersangka sambil sesekali menanyakan beberapa pertanyaan. Dengusan emosi yang semula meluap-luap, kini mulai reda. Nafas memburu sudah tidak terdengar lagi dalam ruangan sempit ini. Semua sudah mulai bosan dengan tidak adanya perkembangan dari kasus ini, beberapa kali kulihat para Dewan Keamaanan menguap. Aku sadar, hal seperti ini biasanya memang sulit untuk dilanjutkan jika memang tidak mempunyai celah. Biasanya kita kalau melakukan persidangan tidak seperti ini. dan biasanya kalau sudah jam segini, kita sudah mulai menghajar sansak hidup. Dan biasanya kita tidak mengalami kesulitan seperti.
Tiba-tiba aku seolah tersadar oleh sesuatu dari ucapanku, dan aku juga teringat dengan pernyataan Shinici Kudo kepada Ran Mouri ketika membantu kasus pencurian dalam sebuah Market. Aku kembali fokus pada satu jawaban tersangka, dan kucocokkan dengan berbagai kejadian yang terjadi belakangan ini. yup..aku menemukan titik cerah. Semoga hipotesa yang kulakukan terbukti dalam suatu tindakan. Saat itu aku langsung keluar dari tempat persidangan tanpa sebuah omongan. Aku bergegas menuju sebuah kamar yang sudah gelap, aku mencari sebuah benda yang sudah dilupakan diantara kedua belah pihak, baik si penyidang dan tersangka. Aku mulai mencari dalam kamar yang gelap, untung masih ada lampu senter sebagai penerangnya.
Tidak membutuhkan waktu lama, aku mendapatkan apa yang kupikirkan dalam sebuah hipotesa tadi. Inilah bukti yang tidak dapat disangkal, meski kau lihai memainkan peran dan pandai berkata-kata. Namun celah selalu ada jika kita bisa mengetahui sebuah kejanggalan yang bersifat umum. Aku bergegas menuju ruang ISMII lagi untuk menyelesaikan kasus pencurian tersebut. Ketika sudah berada di depan pintu, aku memang sengaja tidak langsung masuk ke dalam ruangan. Aku hanya berdiri di celah pintu yang kubuka sambil menyembunyikan sebuah bukti yang kubawa. Kulihat semua mata tertuju padaku, aku tersenyum penuh kemenangan. Sambil melihat si tersangka aku berucap dalam hati, “Permainanmu sudah selesai”.
Aku langsung memulai apa yang sudah kutemui, dalam sekejap aku memastikan kekeliruan dia dalam berbicara untuk memperjelas dan menambah orang saksi teman-teman penyidang agar mendengarkan kalimat fatal yang tersangka ucapkan meski tidak disadari oleh teman-teman penyidang.
Benar dalam beberapa bulan kamu tidak membeli sesuatu apapun?” tanyaku memastikan ulang.
Tanpa pikir panjang si tersangka langsung menjawabnya dengan spontan dan gamblang “iya, dalam 3 bulan terakhir ini saya tidak membeli apapun”
Setelah selesai dia menjawab. Lalu kulemparkan benda yang kupegang kepangkuannya. Dia terdiam membisu, dan teman-teman penyidang yang lain juga bengong melihat benda yang kulemparkan pada tersangka. Tanpa menunggu pertanyaan teman-teman yang sedang kebingungan dengan apa yang kulakukan. Aku langsung melanjutkan perkataanku “itu adalah barang punya judin yang hilang dalam satu bulan kemarin. Dan aku menemukan di dalam lemarimu.
Tanpa dijelaskan lagi perihal barang yang kulemparkan tadi, semua teman-teman penyidang sudah mengerti dan dapat menyimpulkan sendiri apa yang ada dalam benakku dan maksud dari pertanyaanku tadi. Emosi horman yang semula mereda, kini kembali meledak. Dengan dengus kebencian dia langsung menghajar tersangka dengan brutal.
“Saya sudah bilang, tolong ngomong yang jujur biar tidak ada kekerasan. Sekarang lihat apa yang sudah kamu perbuat.” Horman yang sudah gelap mata langsung meluncurkan tongkat yang ia pegang ke paha tersangka hingga patah menjadi dua bagian. Tersangka meringis kesakitan dengan tangan memegang paha yang menjadi sasaran empuk tongkat horman.
“Taruh di samping tanganmu!! saya gak mau matahin tanganmu” ancam horman yang sudah terbawa emosi. Sambil meminggirkan paksa tangan yang memegang paha tersebut, lalu satu kali hujaman tonggat itu sudah mendarat dengan keras ke paha tersangka.
Prakk!!
Kembali tongkat itu patah menjadi dua bagian. Tidak hanya paha yang jadi sasaran, punggung dan perut menjadi sasaran empuk tangan dan kaki yang mencari mangsa. Sekarang tubuh tersangka menjadi sasaran empuk kebringasan para penyidang yang sudah emosi. Penghajaran berlanjut, hingga pada titik akhir pengakuan dari tersangka.
Menjelang subuh, kriminalitas yang ia lakukan dia akui dengan bukti tertulis, baik itu kriminalitas dalam pesantren maupun di luar pesantren.
Persidangan kasus pencurian berakhir. Dan pelaku mendapat ganjaran dari pihak kodikam pesantren dengan hukuman yang setimpal.
Inilah kisah yang terkategorikan sebagai kisah yang menegangkan. Dan kasus yang mengalami jalan buntu akhirnya terpecahkan berkat kegemaran membaca cerita misteri (detektif).
Dan waktu berlalu, tepat kemarin pada bulan 12 tahun 2011, mantan ketum ISMII sedang bersilaturrahim ke kosku. Nostalgia pesantren hidup lagi dalam kamar kosku, dalam sebuah nostalgia itu, mantan ketum yang bernama faiz bertanya padaku “Iya, kenapa kamu waktu itu koq tiba-tiba bertingkah aneh?”
Aku hanya tersenyum, dalam hati aku berucap “sudah lima tahunan berlalu, dan pertanyaan itu baru muncul dan diajukan sekarang”. Aku hanya diam tidak berusaha menjelaskan dengan mendetail. Namun karena ada sebuah paksaan yang halus, mau tidak mau aku menjelaskannya.
“Aku terinspirasi dari ucapannya Shinici iz, dalam sebuah kasus dia bilang sama Ran (kebiasaan yang lumrahnya dilakukan orang, namun pada hari itu dia tidak melakukannya berarti ada sesuatu yang disembunyikannya)” Aku menjawab dengan sebisaku, termasuk perkataan Shinici yang mungkin keliru karena sudah lupa. “Nah, dari situ aku sadar. Orang kayak dia (tersangka) yang suka keluyuran pergi ke luar kota, sangat mustahil jika selama dalam 3 bulan tidak membeli sesuatu pun.” Lanjutku
“Terus dengan perkataan dia, aku mencoba mengait-ngaitkan dengan kasus kehilangan yang lainnya. Makanya aku teringat sama keluhan si judin yang kehilangan celananya. Ditambah lagi sangat mustahil mau nyuri celana si judin yang ukurannya besar. Makanya aku berkesimpulan yang ngambil atau nyuri celana judin pastilah orang yang badannya hampir mirip dengannya. Dan secara kebetulan dia (tersangka) orangnya juga besar. Sehingga aku punya perkiraan, sekiranya celana judia ada di lemarinya, itu menjadi titik yang fatal bagi tersangka karena dia dengan jelas mengatakan ‘tidak belanja apapun dalam waktu 3 bulan’. Paham?” lanjutku memperjelas alasan tindakanku 5 tahun yang silam.
Faiz hanya diam mendengarkan apa yang sudah kukatakan. Lalu dia tertawa ketika aku berkata “Itu adalah ‘Deduksi’. Salah satu cara para detektif menelaah sebuah kasus.” (entah aku ngerti apa itu deduksi atau tidak, yang jelas aku sudah mengucapkan sesuatu yang hanya kuketahui sedikit). Modal PD dan sotoy hehe..
Terakhir, kisah hidupku yang menyangkut masalah di atas tidak lain dari Akibat Kisah Detektif yang kusuka, sehingga hal itu menginspirasiku menjadi detektif gadungan. Apapun yang kutulis di atas bukan untuk memamerkan diri, hal ini kutulis demi sebuah kesenangan dan pembelajaran dalam menulis. So, semua penilaian ada di tangan anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar