Ungkapan kata seperti di atas akan kita temui dalam sebuah hadits yang teks aslinya berbunyi, “Kul Khoiron Au Liyaskut”. Ungkapan ini merupakan sebuah nasehat dan perintah Nabi akan umatnya dimasa lalu maupun masa mendatang (masa kini) bahwa pada saat itu umat manusia akan selalu banyak bicara yang tidak bermanfaat. Oleh karena itu ungkapan ini diutarakan oleh Nabi karena melihat hal yang demikian kerap dan bahkan sering terjadi saat ini.
Perkataan buruk merupakan perkataan yang akan membawa kenistaan bagi yang berkata dan bagi yang menikmatinya (mendengarkannya), karena ungkapan atau perkataan yang jelek tidak akan menambah sebuah wawasan positif bagi kita dan juga perkataan tersebut juga tidak bermanfaat untuk kita dengarkan. Banyak kasus saat ini yang menimpa manusia, yang menjadikan mereka bertikai hanya gara-gara sebuah kata yang memang tidak bermanfaat menjadikan sebuah perang dan pembunuhan antar individu bahkan kelompok hanya gara-gara hal yang sepele. Contoh kasus yang seperti ini sudah banyak terjadi dimana-mana menimpa manusia.
Perkataan buruk merupakan perkataan yang akan membawa kenistaan bagi yang berkata dan bagi yang menikmatinya (mendengarkannya), karena ungkapan atau perkataan yang jelek tidak akan menambah sebuah wawasan positif bagi kita dan juga perkataan tersebut juga tidak bermanfaat untuk kita dengarkan. Banyak kasus saat ini yang menimpa manusia, yang menjadikan mereka bertikai hanya gara-gara sebuah kata yang memang tidak bermanfaat menjadikan sebuah perang dan pembunuhan antar individu bahkan kelompok hanya gara-gara hal yang sepele. Contoh kasus yang seperti ini sudah banyak terjadi dimana-mana menimpa manusia.
Disamping manusia akan berkata buruk, mereka juga akan dihadapkan dengan kedangkalan atau bahkan kebuntuan cara berfikir mereka dalam menghadapi kehidupan. Makanya ada sebuah kasus pembunuhan hanya gara-gara salah ucap sepatah dua patah dan terjadi salah paham bagi yang mendengar menjadikan hal yang sepele tersebut menjadi hal yang besar dan penting/utama untuk diselsesaikan. Emha Ainun Najib atau biasa dikenal dengan cak Nun seorang seniman dari kota Jogja melantunkan dalam syair lagunya yaitu, “Loyang di Sangka Emas, Emasnya di Buang-buang, Kita makin Buta, Mana Utara Mana Selatan, Yang Kecil di Besarkan, Yang Besar Di Remehkan, Yang Penting di Sepelekan, Yang Sepele di Utamakan”. Begitulah kira-kira gambaran manusia saat ini, selalu dibalik-balik dan tidak bisa membedakan mana yang hak (benar) dan mana yang batil (buruk).
Kejadian yang seperti ini diakibatkan karena kebodohan manusia sendiri yang memilih jalan untuk bodoh, dan bukan merupakan sebuah takdir ilahi yang sudah ditetapkan Tuhan untuk hambanya. Sebagaimana firman-Nya berbunyi bahwa Dia (Tuhan) tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu sendiri yang mau mengubahnya. Teks ini sangat jelas bahwa setiap perbuatan manusia merupakan hasil cipta, karsa berikut dengan pilihan sendirinya merupakan produk dari jalan manusia yang di pilihnya sendiri, sehingga kalau dia memilih jalan yang bodoh maka kebodohan yang akan dia dapatkan. Sebaliknya bagi manusia yang berakal dan mau untuk berubah maka pasti jalan yang di pilih oleh mereka pastilah jalan lurus yang ditawarkan tuhan kepadanya, sehingga dia akan mendapatkan sebuah berkah dan rahmat dalam hidupnya.
Terkait dengan dua hal di atas, setiap apa yang dikerjakan manusia baik itu merupakan ucapan maupun perbuatan, itu merupakan pilihan manusia sendiri. Oleh karenanya Nabi bersabda bahwa lebih baik diam dari pada berbuat sesuatu atau berkata sesuatu yang tidak mengandung manfaat, karena takut akan menimbulkan pertikaian antar manusia disebabkan salah paham dari perkataan serta perbuatan manusia. Dengan demikian pepatah tentang Mulutmu Harimaumu tidak akan menghampiri kita apabila kita diam dan berfikir untuk tidak mengatakan hal yang buruk karena lidah tidak bertulang. PithaGoras berkata“Jagalah keadilanmu dari penyimpangan, kebijakanmu dari berlebihan, lidahmu dari ucapan buruk dan akalmu dari nafsu”. Jadi untuk kedepannya marilah kita biasakan untuk berkata baik dan kalau tidak bisa mengimplementasikan hal demikian, maka cukuplah untuk diam demi menjaga diri dan perasaan orang lain. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar