kalau
aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur
kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya
mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila
aku merantau
sedap
kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di
hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran
hutangku padamu tak kuasa kubayar
ibu
adalah gua pertapaanku
dan
ibulah yang meletakkan aku di sini
saat
bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu
menunjuk ke langit, kemundian ke bumi
aku
mengangguk meskipun kurang mengerti
bila
kasihmu ibarat samudera
sempit
lautan teduh
tempatku
mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku
berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan,
mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau
aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu,
ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran
aku tahu
engkau
ibu dan aku anakmu
bila
aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan
yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah
itu bidadari yang berselendang bianglala
sesekali
datang padaku
menyuruhku
menulis langit biru
dengan
sajakku.
(Karya D. Zawawi Imron - Duta Madura Untuk
Sastra Indonesia Modern)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar