Social Icons

Pages

Kamis, 02 Februari 2012

Istimbath Hukum Larangan Euthanasia


1. Pengertian Euthanasia
Eauthanasia berasal dari kata yunani eu berarti baik, dan thanatos artinya mati. Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah dan tanpa rasa sakit. Oleh karena itu, euthanasia sering disebut juga dengan mercy killing (mati dengan tenang). Dalam bahas arab dikenal dengan istilah qotlu al-rahmah atau Taysir al-Maut.
Secara medis, euthanasia baru dilaksanakan jika penyakit tersebut tidak mungkin disembuhkan lagi. Namun demikian, faktor ketidak mampuan biaya juga menjadi pertimbangan.[1]
Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan untuk meringankan kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal; juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya.
Dilihat dari segi orang yang berkehendak, euthanasia bisa muncul dari keinginan pasien sendiri, permintaan dari keluarga dengan persetujuan pasien (bila pasien masih sadar), atau tanpa persetujuan pasien (bila pasien sudah tidak sadar). Tetapi tidak pernah ditemukan tindakan euthanasia yang dikehendaki oleh dokter tanpa persetujuan pasien maupun pihak keluarga, karena hal ini berkait dengan kode etik kedokteran.[2]

2. Macam-macam Euthanasia
            Macam-macam euthanasia sangat banyak sekali, dan dilihat dari berbagai macam sudut pandang yang berbeda, yaitu sebagai berikut:

A.  Dari Sudut Cara/Bentuk
Dari sudut cara atau bentuk, euthanasia dapat dibedakan dalam tiga hal:
1. Euthanasia aktif, artinya mengambil keputusan untuk melaksanakan dengan tujuan menghentikan kehidupan. Tindakan ini secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien.[3]
Contoh euthanasia aktif, misalnya, ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus.
2.  Euthanasia pasif, artinya memutuskan untuk tidak mengambil tindakan atau tidak melakukan terapi. Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup kepada pasien.[4]
Contoh euthanasia pasif, misalnya, penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh, atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka penderita bisa meninggal. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya.
3.  Auto-euthanasia, artinya seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan ia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dari penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Auto-euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas permintaan.

B.  Dari Sudut Maksud (Voluntarium)
Dari sudut maksud, euthanasia dapat dibedakan:
1.  Euthanasia langsung (direct), artinya tujuan tindakan diarahkan langsung pada kematian.
2. Euthanasia tidak langsung (indirect), artinya tujuan tindakan tidak langsung untuk kematian tetapi untuk maksud lain misalnya meringankan penderitaan.

C. Dari Sudut Otonomi Penderita
     Dari sudut otonomi penderita euthanasia dapat dilihat dalam tiga jenis:
1.  Penderita sadar dan dapat menyatakan kehendak atau tak sadar dan tidak dapat menyatakan kehendak (incompetent).
2.  Penderita tidak sadar tetapi pernah menyatakan kehendak dan diwakili oleh orang lain (transmitted judgement).
3.  Penderita tidak sadar tetapi kehendaknya diduga oleh orang lain (substituted  judgement).

D.  Dari Sudut Motif dan Prakarsa
Dari sudut motif dan prakarsa, euthanasia dibedakan menjadi dua:
1.  Prakarsa dari penderita sendiri, artinya penderita sendiri yang meminta agar hidupnya dihentikan entah karena penyakit yang tak tersembuhkan atau karena sebab lain.
2.  Prakarsa dari pihak luar; artinya orang lain yang meminta agar seorang pasien dihentikan kehidupannya karena berbagai sebab. Pihak lain itu misalnya keluarganya dengan motivasi untuk menghentikan beban atau belas kasih. Bisa juga, prakarsa itu datang dari pemerintah karena ideologi tertentu atau kepentingan yang lain.[5]
Dalam pembahsan ini, kami hanya akan membahas dua bentuk macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Karena kedua macam inilah yang paling terkenal dan paling sering terjadi dan dilakukan oleh orang. Hal itu dilakukan karena kemungkinan banyak yang belum tahu hukumnya, atau sudah tahu tetapi tidak mengatahui secara mendalam sampai pada sumber hukum dan cara istimbath hukumnya.

DALIL EUTHANASIA

Tidak ada dalil yang secara gamblang menerangkan tentang euthanasia, baik yang aktif maupun yang pasif. Baik dalam al-Quran maupun Hadits. Namun, secara global ada beberapa dalil yang mungkin dapat dijadikan landasan dengan metode dan istimbath tentang euthanasia, yaitu sebagai berikut;

1.        Al-Quran surat al-Isra’ ayat 33, sebagai berikut:

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar[853]. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan[854] kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”
Dan juga surat an-Nisa’ ayat 29.


“…..dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

2.        Hadits Nabi saw.

 عن أبي هريرة قال, قال النبي صلى الله عليه وسلم : الذي يخنق نفسه يخنقها فى النار والذي يطعنها يطعنها فى النار.
Dari Abu Hurairah berkata, Nabi saw. bersabda; barangsiapa mencekik lehernya, maka ia akan mencekik lehernya pula dalam neraka. Dan barangsiapa menikam diri, maka ia akan menikam diri pula dalam neraka.

عن ثابت عن الضحاك عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من حلف بملة غير الإسلام كاذبا متعمدا فهو كما قال, ومن قتل نفسه بحديدة عذب به في نار جهنم.
Dari Tsabit bin al-Dahhak mengatakan, bahwa Nabi saw. bersabda: barangsiapa dengan sengaja bersumpah palsu atas nama agama selain Islam, maka ia seperti apa yang ia katakana itu. Dan barangsiapa membunuh diri dengan benda tajam, maka akan di siksa dengan seperti itu pula dalam neraka.
Dari dalil-dalil di atas, dapat kita ketahui bahwa perbuatan pembunuhan atau pelakunya diancam dengan siksaan yang amat pedih nanti pada hari akhir. Pembunuhan adalah menghilangkan nyawa orang, baik dengan cara yang di sengaja maupun tidak disengaja, kecuali yang memang berhak untuk dibunuh.
            Dengan demikian Islam sangat melerang pembunuhan dengan cara-cara yang tidak wajar, karena Islam sangat menghargai jiwa manusia, Islam mengharuskan agar manusia memelihara jiwa manusia (hifzh al-nafs). Jiwa meskipun merupakan hak asasi manusia, tetapi ia adalah anugerah Allah SWT. Oleh karenya seseorang tidak mempunyai kewenagan dan dilarang melenyapkan nyawa siapapun tampa kehendak dan aturan Allah sendiri.
            Bahkan dalam Islam jika ada orang yang dengan sengaja membunuh orang lain tanpa alasan yan dibenarkan oleh syara’ maka ia sama hanya dengan membunuh masyarakat seluruhnya. Hal ini Allah jelaskan dalam al-Quran surat al-Ma’idah (132). Begitu besarnya Islam memberikan penghargaan terhadap jiwa, sehingga perbuatan yang merusak atau menghilangkan nyawa orang lain ini diancam dengan hukuman yang setimpal, yaitu dengan hukum qishos atau diyat.
            Dalil-dalil di atas memang tidak secara langsung menjelaskan tentang euthanasia, akan tetapi melihat keumuman ayat tersebut maka segala bentuk pembunuhan yang tidak dibenarkan oleh syara’ masuk dalam larangan ayat dan hadis tersebut diatas. Karena pada dasarnya euthanasia adalah salah satu dari bentuk pembunuhan meskipun dengan cara yang pelan, halus dan berbeda. 

Adapun definisi qiyas secara umum adalah suatu proses penyingkapan kesamaan hukum suatu kasus yang tidak disebutkan dalam nash (al-Qur’an dan al-Hadis), dengan suatu hukum yang disebutkan dalam nash karena adanya kesamaan illatnya.[1] Illat adalah sesuatu yang menentukan keberadaan hukum.
Setelah kita menentukan metode yang sesuai dalam penentuan istinbath hukum, maka langkah selanjutnya adalah menemukan persamaan illat yang terkandung dalam nash berikut:
Dalam ayat al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 33: 

Artinya: Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
Illat yang dapat kita ambil dari ayat tersebut adalah pengharaman atau larangan menghilangkan nyawa orang. Berhubung tidak ada nash baik itu dari al-Qur’an maupun hadis yang menerangkan secara khusus tentang euthanasia itu sendiri, maka kami penulis beranggapan bahwa ayat diataslah yang paling cocok sebagai sandaran qiyas untuk masalah euthanasia ini.
Dalil hadis Nabi saw. Sebagai berikut:
عن أبي هريرة قال, قال النبي صلى الله عليه وسلم : الذي يخنق نفسه يخنقها فى النار والذي يطعنها يطعنها فى النار.
Dari Abu Hurairah berkata, Nabi saw. bersabda; barangsiapa mencekik lehernya, maka ia akan mencekik lehernya pula dalam neraka. Dan barangsiapa menikam diri, maka ia akan menikam diri pula dalam neraka.
Dalam hadis tersebut kami juga tidak menemukan hukum euthanasia secara jelas dan pasti, kami hanya menemukan kesamaan illat yang terkandung di dalamnya, yaitu orang yang mencekik lehernya (membunuh dirinya) akan dimasukkan dalam neraka. Illatnya adalah menghilangkan nyawa, baik nyawanya sendiri atau nyawa orang lain.



[1] Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh (Bandung: Pustaka Setia, 2007) 87.



[1] Abu Yasid. Fiqh Realitas. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) hal 212
[2] Chuzaimah T Yanggo, Hafiz Anshari. Problematika Hukum Islam Kontemporer. (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995) hal 51.
[5] http://afandyna.blogspot.com/2009/06/euthanasia-dalam-islam.html
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar