Social Icons

Pages

Rabu, 18 Januari 2012

BEBAN

Kenapa sampai detik ini aku masih berat melepasmu? Meski sepintas aku sudah siap jika engkau sudah mempunyai kekasih, tapi..sungguh hati ini sangat sakit rasanya menerima kenyataan itu. Walau sebelumnya aku berharap pada takdir yang kan membimbingku menemukan sesosok kekasih dan berusaha tuk melupakanmu. Nyatanya aku tidak bisa istiqomah dengan hatiku. Antara perkataan dan degupan hati bertolak belakang dengan apa yang kuharapkan. Semua hancur tak beraturan kala aku bertemu pandang denganmu.
Berhari-hari kupendam rasa sakit ini dengan berusaha menghilangkan memori tentangmu. Dengan segenap kemampuan yang kumiliki, aku berusaha membunuh perasaan ini. “Cukup..!! aku harus tau diri, dan lupakanlah dia.”..berkali-kali kuucapkan kalimat tersebut pada diriku. Namun apa mau dikata, namanya cinta tetap tak kan mudah mengatasinya. Inilah cinta yang melanda jiwaku saat ini. ternyata hati yang tersakiti sekarang menuntut balas pada jiwa dan ragaku. Aku kuwalahan dengan kemauan hati yang mendendam pada diriku, kesabaran yang semula kutunjukkan mulai pupus oleh ambisi hati yang tiada banding dalam diriku.
“Tidak..aku ingin terlepas dari belenggu ini.” inilah teriakan jiwaku saat ini. aku sudah melemah sejak cinta mulai menggerogoti seluruh ragaku. Inginku menyelesaikan masalah ini, tapi bagaimana? Apakah aku harus mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya? Entahlah, aku bingung dengan pilihan tersebut, antara menyanggupi dan derita yang kan kualami nanti. Aku sudah dapat menerka jawaban yang kan ia berikan padaku, bagaimana reaksinya dan reaksi teman-temannya. Aku pasti tertolak dan menjadi bahan olok-olok teman-temannya kalau aku sungguh tidak tahu diri.
***
Saat ini aku berpikir dia masih memberikan harapan padaku. Apalagi ketika mengetahui kenyataan ternyata dia bukan kekasih temanku yang selama ini kukira. Tentu bagiku ini merupakan angin segar yang menyejukkan hatiku. Hati yang menyusut karena kecewa mulai bangkit secara perlahan, berbagai upaya kulakukan agar aku bisa mendekatinya. Mulai dari memandang wajah hingga aku menyapanya kala kita saling berpapasan. Sms selalu kukirimkan untuk memulai tahap pendekatan dari awal. Alhamdulillah..aku mendapat respon positif darinya. Jadilah kita sering smsan tiap malam sebagai tahap awal kumencari celah untuk memasuki hatinya.
Inilah langkah awal yang kulakukan, meski secara realita aku tak mampu berbicara di hadapannya. Sampai-sampai dia menganggapku sebagai lelaki yang berani ngobrol hanya lewat sms saja. Aku menyadari hal itu, dan aku tidak munafik ketika kata itu terlontar kepadaku. Aku benar-benar tidak berani ngobrol dengan dia selain lewat sms, karena aku tak kuasa bertatapan mata dengannya. Jangan kan bertatapan mata secara langsung, mendengar suara dia dari kejauhan saja itu sudah membuat rasa sesak di dada. Apalagi sampai aku ngobrol dengannya dan dapat melihat secara jelas pesona indah wajahnya. Sungguh hal itu akan membuatku tergila-gila dan terawang-awang dalam cakrawala cinta yang memabukkan diriku.
Alasan ini sengaja tidak kukatan karena takut hal itu menjadi sebuah kesalahan dalam pendekatanku. Biarlah hal ini kusimpan sendiri dalam hatiku yang sudah membuatku hilang arah dalam memandang makna cinta yang sesungguhnya. Meski aku merasa saat ini sedang diperbudak cinta, tidak ada protes dalam diriku kala aku mengetahui hal sesungguhnya yang sudah kualami saat ini. Dengan penuh keyakinan aku berkata bahwa “akulah budak cinta”.
Rasa senang tentunya sedang kualami saat ini, melihat keadaan yang sebenarnya terjadi di hadapanku. Aku optimis dan percaya diri dengan apa yang kulakukan saat ini, karena aku beranggapan kalau dia masih belum ada yang punya. Wajahku yang semula kusut karena kecewa dan patah hati, sekarang sudah tersirami oleh sinar harapan yang membuat wajahku berbinar. Hatiku sudah bangkit untuk mendekati dia pada tahapan selanjutnya, sampai dalam candaanku pada salah satu teman akrabnya, aku berjanji akan mengajaknya kencan. Temannya tersenyum mengisyaratkan hal itu adalah langkah bagus yang harus kulakukan padanya, dan menjadi titik cerah bagiku kalau dia juga memberi pintu pengharapan padaku.
Aku semakin bahagia mengingat hal itu, sampai aku memimpikan dia dalam tiga malam berturut-turut. “Mimpi yang sangat indah..” kataku. Tentunya ini adalah pertanda bahwa aku bisa mendapatkannya. Aku tersenyum sendiri di kamar kecilku, sambil baringan di atas kasur busa kesayangan, aku terus melafadzkan namanya dalam hati, berharap apa yang kuimpikan ini menjadi kenyataan di esok hari. Kupanjatkan doa tentang mimpiku, tentang diriku dan tentang dia, dalam pengharapan seorang hamba yang tiada daya dalam dunia ini, berharap semoga aku bisa menjalin kasih dengannya.
Aku terus mengejar dia kemanapun ia pergi, aku terus berusaha tuk mendekati hatinya sampai aku lupa diri dan tidak mengenal situasi, sehingga sebagian teman-temannya yang belum mengetahui niat dan upayaku tersadar dengan apa yang kulakukan saat ini. tingkahku yang mulai menggila dan sms yang sering kukirimkan untuknya, sudah diketahui oleh mereka. Aku hanya bisa pasrah dan terdiam ketika ada gojlokan teman-temannya yang me-mak comblangi- diriku dengannya. Meski sepintas aku terlihat diam membisu, percayalah kalau hatiku sungguh berbunga-bunga kala mendengar celetukan seperti itu.
Di sinilah aku mulai terjebak permainan mereka. Aku sadar aku memang tolol, dan karena ketololanku yang hanyut akan kebahagiaan yang tidak pasti inilah, hal itu menjadi boomerang bagiku yang sangat mengagetkanku dan kembali menghancurkan hati kecilku ini. aku sudah terseret dalam lingkaran setan yang mereka mainkan padaku, tipu daya dan muslihat senyum palsu yang mereka tampakkan padaku ternyata tersirat kebencian –menurutku—yang membuatku sadar bahwa mereka tidak menyukai diriku saat aku mendekati dia.
***
Puzzle yang tinggal satu buah lagi menjadi kesempurnaan dan keinginan yang tinggal selangkah lagi dapat kugapai, hancur berantakan menyisahkan pedih luka di hati. Aku hanya tertunduk lesu dalam balutan kesedihan yang melanda diriku kala mengetahui hal tersebut. Tidak ada yang dapat kulakukan selain aku terdiam memikirkan kebahagiaan omong kosong yang sempat kukecap hidupku. Rasa sedih ini kututupi sedemikian rupa agar tidak ada yang simpati padaku dengan kejadian ini. mereka menang telak dalam permainan ini, mungkin mereka telah tertawa dengan senangnya karena telah mempecundangi diriku. Aku sudah kalah dua kali dalam perlawanan merajut cinta, pahit yang kurasa sangatlah pekat dalam hidupku membuat rasa sakit baru yang belum pernah kualami sebelumnya.
Sungguh aku tak kuasa menahan sakit beruntun yang dialami hati dan hidupku, ingin kulampiaskan sakit ini dengan amarah namun terhalangi oleh keberadaan teman-temanku yang selalu setia membuatku tersenyum. Meski mereka tidak mengetahui kekalutan diriku, tapi mereka bisa merasakaan keadaanku yang sedang sedih. Dengan senda gurau yang mereka lontarkan padaku, membuat bibirku yang beku ini tersenyum dengan celotehan mereka. Dari sini aku sadar, kalau aku masih mempunyai teman-teman yang dapat membahagian diriku. Cinta yang dalam beberapa bulan ini kuanggap sebagai sesuatu yang membahagiakan diriku, ternyata aku keliru, kalau satu-satunya yang dapat membahagiakan diriku bukanlah cinta, melainkan sahabat dan teman-teman yang ada di sekelilingku.
Akhirnya, aku kembali mencoba bangkit dan menata apa yang sudah porak-poranda dalam diriku. Meski hai ini tentunya membutuhkan waktu yang sangat lama, tapi aku yakin aku dapat mengatasinya. Aku juga tidak mau terus-terusan terjerembab dalam kesedihan ini, masih ada keluarga, saudara dan sahabat yang menantikan diriku kembali pada kehidupan lamaku yang penuh dengan keceriaan dan ketegaran hati yang sangat kuat. Kata-kata “Persetan dengan cinta” kayaknya bakal menjadi motto dalam hidupku lagi. cukuplah aku konsentrasi pada apa yang kukerjakan saat ini, perkara cinta biarlah menjadi urusan nanti kalau sudah tiba waktunya. Karena kita diciptakan oleh ilahi sebagai makhluk yang berpasang-pasangan.
Yah..moga kesedihan ini dapat menghilang dalam diriku, dan hikmah yang telah di janjikan dapat kurasakan setelah ini. biarlah cinta bersemi bagi para pujangga, tapi jangan bersemi di dalam hatiku. Cukuplah cinta yang kumiliki adalah cinta pada zat ilahi, keluarga dan teman-teman. Karena cinta untuk kekasih merupakan beban bagi kehidupan dan hati kecilku ini. 

Kenapa sampai detik ini aku masih berat melepasmu? Meski sepintas aku sudah siap jika engkau sudah mempunyai kekasih, tapi..sungguh hati ini sangat sakit rasanya menerima kenyataan itu. Walau sebelumnya aku berharap pada takdir yang kan membimbingku menemukan sesosok kekasih dan berusaha tuk melupakanmu. Nyatanya aku tidak bisa istiqomah dengan hatiku. Antara perkataan dan degupan hati bertolak belakang dengan apa yang kuharapkan. Semua hancur tak beraturan kala aku bertemu pandang denganmu.
Berhari-hari kupendam rasa sakit ini dengan berusaha menghilangkan memori tentangmu. Dengan segenap kemampuan yang kumiliki, aku berusaha membunuh perasaan ini. “Cukup..!! aku harus tau diri, dan lupakanlah dia.”..berkali-kali kuucapkan kalimat tersebut pada diriku. Namun apa mau dikata, namanya cinta tetap tak kan mudah mengatasinya. Inilah cinta yang melanda jiwaku saat ini. ternyata hati yang tersakiti sekarang menuntut balas pada jiwa dan ragaku. Aku kuwalahan dengan kemauan hati yang mendendam pada diriku, kesabaran yang semula kutunjukkan mulai pupus oleh ambisi hati yang tiada banding dalam diriku.
“Tidak..aku ingin terlepas dari belenggu ini.” inilah teriakan jiwaku saat ini. aku sudah melemah sejak cinta mulai menggerogoti seluruh ragaku. Inginku menyelesaikan masalah ini, tapi bagaimana? Apakah aku harus mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya? Entahlah, aku bingung dengan pilihan tersebut, antara menyanggupi dan derita yang kan kualami nanti. Aku sudah dapat menerka jawaban yang kan ia berikan padaku, bagaimana reaksinya dan reaksi teman-temannya. Aku pasti tertolak dan menjadi bahan olok-olok teman-temannya kalau aku sungguh tidak tahu diri.
***
Saat ini aku berpikir dia masih memberikan harapan padaku. Apalagi ketika mengetahui kenyataan ternyata dia bukan kekasih temanku yang selama ini kukira. Tentu bagiku ini merupakan angin segar yang menyejukkan hatiku. Hati yang menyusut karena kecewa mulai bangkit secara perlahan, berbagai upaya kulakukan agar aku bisa mendekatinya. Mulai dari memandang wajah hingga aku menyapanya kala kita saling berpapasan. Sms selalu kukirimkan untuk memulai tahap pendekatan dari awal. Alhamdulillah..aku mendapat respon positif darinya. Jadilah kita sering smsan tiap malam sebagai tahap awal kumencari celah untuk memasuki hatinya.
Inilah langkah awal yang kulakukan, meski secara realita aku tak mampu berbicara di hadapannya. Sampai-sampai dia menganggapku sebagai lelaki yang berani ngobrol hanya lewat sms saja. Aku menyadari hal itu, dan aku tidak munafik ketika kata itu terlontar kepadaku. Aku benar-benar tidak berani ngobrol dengan dia selain lewat sms, karena aku tak kuasa bertatapan mata dengannya. Jangan kan bertatapan mata secara langsung, mendengar suara dia dari kejauhan saja itu sudah membuat rasa sesak di dada. Apalagi sampai aku ngobrol dengannya dan dapat melihat secara jelas pesona indah wajahnya. Sungguh hal itu akan membuatku tergila-gila dan terawang-awang dalam cakrawala cinta yang memabukkan diriku.
Alasan ini sengaja tidak kukatan karena takut hal itu menjadi sebuah kesalahan dalam pendekatanku. Biarlah hal ini kusimpan sendiri dalam hatiku yang sudah membuatku hilang arah dalam memandang makna cinta yang sesungguhnya. Meski aku merasa saat ini sedang diperbudak cinta, tidak ada protes dalam diriku kala aku mengetahui hal sesungguhnya yang sudah kualami saat ini. Dengan penuh keyakinan aku berkata bahwa “akulah budak cinta”.
Rasa senang tentunya sedang kualami saat ini, melihat keadaan yang sebenarnya terjadi di hadapanku. Aku optimis dan percaya diri dengan apa yang kulakukan saat ini, karena aku beranggapan kalau dia masih belum ada yang punya. Wajahku yang semula kusut karena kecewa dan patah hati, sekarang sudah tersirami oleh sinar harapan yang membuat wajahku berbinar. Hatiku sudah bangkit untuk mendekati dia pada tahapan selanjutnya, sampai dalam candaanku pada salah satu teman akrabnya, aku berjanji akan mengajaknya kencan. Temannya tersenyum mengisyaratkan hal itu adalah langkah bagus yang harus kulakukan padanya, dan menjadi titik cerah bagiku kalau dia juga memberi pintu pengharapan padaku.
Aku semakin bahagia mengingat hal itu, sampai aku memimpikan dia dalam tiga malam berturut-turut. “Mimpi yang sangat indah..” kataku. Tentunya ini adalah pertanda bahwa aku bisa mendapatkannya. Aku tersenyum sendiri di kamar kecilku, sambil baringan di atas kasur busa kesayangan, aku terus melafadzkan namanya dalam hati, berharap apa yang kuimpikan ini menjadi kenyataan di esok hari. Kupanjatkan doa tentang mimpiku, tentang diriku dan tentang dia, dalam pengharapan seorang hamba yang tiada daya dalam dunia ini, berharap semoga aku bisa menjalin kasih dengannya.
Aku terus mengejar dia kemanapun ia pergi, aku terus berusaha tuk mendekati hatinya sampai aku lupa diri dan tidak mengenal situasi, sehingga sebagian teman-temannya yang belum mengetahui niat dan upayaku tersadar dengan apa yang kulakukan saat ini. tingkahku yang mulai menggila dan sms yang sering kukirimkan untuknya, sudah diketahui oleh mereka. Aku hanya bisa pasrah dan terdiam ketika ada gojlokan teman-temannya yang me-mak comblangi- diriku dengannya. Meski sepintas aku terlihat diam membisu, percayalah kalau hatiku sungguh berbunga-bunga kala mendengar celetukan seperti itu.
Di sinilah aku mulai terjebak permainan mereka. Aku sadar aku memang tolol, dan karena ketololanku yang hanyut akan kebahagiaan yang tidak pasti inilah, hal itu menjadi boomerang bagiku yang sangat mengagetkanku dan kembali menghancurkan hati kecilku ini. aku sudah terseret dalam lingkaran setan yang mereka mainkan padaku, tipu daya dan muslihat senyum palsu yang mereka tampakkan padaku ternyata tersirat kebencian –menurutku—yang membuatku sadar bahwa mereka tidak menyukai diriku saat aku mendekati dia.
***
Puzzle yang tinggal satu buah lagi menjadi kesempurnaan dan keinginan yang tinggal selangkah lagi dapat kugapai, hancur berantakan menyisahkan pedih luka di hati. Aku hanya tertunduk lesu dalam balutan kesedihan yang melanda diriku kala mengetahui hal tersebut. Tidak ada yang dapat kulakukan selain aku terdiam memikirkan kebahagiaan omong kosong yang sempat kukecap hidupku. Rasa sedih ini kututupi sedemikian rupa agar tidak ada yang simpati padaku dengan kejadian ini. mereka menang telak dalam permainan ini, mungkin mereka telah tertawa dengan senangnya karena telah mempecundangi diriku. Aku sudah kalah dua kali dalam perlawanan merajut cinta, pahit yang kurasa sangatlah pekat dalam hidupku membuat rasa sakit baru yang belum pernah kualami sebelumnya.
Sungguh aku tak kuasa menahan sakit beruntun yang dialami hati dan hidupku, ingin kulampiaskan sakit ini dengan amarah namun terhalangi oleh keberadaan teman-temanku yang selalu setia membuatku tersenyum. Meski mereka tidak mengetahui kekalutan diriku, tapi mereka bisa merasakaan keadaanku yang sedang sedih. Dengan senda gurau yang mereka lontarkan padaku, membuat bibirku yang beku ini tersenyum dengan celotehan mereka. Dari sini aku sadar, kalau aku masih mempunyai teman-teman yang dapat membahagian diriku. Cinta yang dalam beberapa bulan ini kuanggap sebagai sesuatu yang membahagiakan diriku, ternyata aku keliru, kalau satu-satunya yang dapat membahagiakan diriku bukanlah cinta, melainkan sahabat dan teman-teman yang ada di sekelilingku.
Akhirnya, aku kembali mencoba bangkit dan menata apa yang sudah porak-poranda dalam diriku. Meski hai ini tentunya membutuhkan waktu yang sangat lama, tapi aku yakin aku dapat mengatasinya. Aku juga tidak mau terus-terusan terjerembab dalam kesedihan ini, masih ada keluarga, saudara dan sahabat yang menantikan diriku kembali pada kehidupan lamaku yang penuh dengan keceriaan dan ketegaran hati yang sangat kuat. Kata-kata “Persetan dengan cinta” kayaknya bakal menjadi motto dalam hidupku lagi. cukuplah aku konsentrasi pada apa yang kukerjakan saat ini, perkara cinta biarlah menjadi urusan nanti kalau sudah tiba waktunya. Karena kita diciptakan oleh ilahi sebagai makhluk yang berpasang-pasangan.
Yah..moga kesedihan ini dapat menghilang dalam diriku, dan hikmah yang telah di janjikan dapat kurasakan setelah ini. biarlah cinta bersemi bagi para pujangga, tapi jangan bersemi di dalam hatiku. Cukuplah cinta yang kumiliki adalah cinta pada zat ilahi, keluarga dan teman-teman. Karena cinta untuk kekasih merupakan beban bagi kehidupan dan hati kecilku ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar